Breaking News
Home / Angkutan / kereta api / Stasiun Kedungjati Identik dengan Stasiun Ambarawa yang Legendaris
Stasiun Kedungjati Identik dengan Stasiun Ambarawa yang Legendaris
stasiun kedungjati

Stasiun Kedungjati Identik dengan Stasiun Ambarawa yang Legendaris

Stasiun Kedungjati Identik dengan Stasiun Ambarawa yang Legendaris

KOTATOEA.COM — Sebelum ada jalur kereta api, nama Kedungjati kurang dikenal dan bilang dikatakan terpencil saat itu.

Stasiun Kedungjati (KEJ) merupakan stasiun kereta api yang terletak di Kedungjati, Kedungjati, Grobogan. Stasiun yang terletak pada ketinggian +36 m ini berada di Daerah Operasi IV Semarang.

Stasiun Kedungjati diresmikan pada bulan 21 Mei 1873. Arsitektur stasiun ini serupa dengan Stasiun Willem I di Ambarawa, bahkan dulu beroperasi jalur kereta api dari Kedungjati ke Stasiun Ambarawa, yang sudah tidak beroperasi pada tahun 1976.

Pada tahun 1907, Stasiun Kedungjati yang tadinya dibangun dari kayu diubah ke bata berplester dengan peron berkonstruksi baja dengan atap dari seng setinggi 14,65 cm.

Seperti Stasiun Ambarawa, stasiun ini dulu adalah stasiun pulau. Sayang sekali jalur bagian selatan yang menuju Ambarawa telah ditutup. Namun PT Kereta api telah merencanakan bahwa jalur ini akan dihidupkan kembali.

Stasiun Kedungjati diresmikan pada tanggal 19 Juli 1868. Pada mulanya, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) selaku perusahaan pertama yang mengoperasikan kereta api komersial di Hindia Belanda merencanakan membangun dua jalur kereta api, yaitu Samarang–Vorstenlanden dan Samarang–Willem I/Ambarawa.

Hal ini dilakukan agar mobilitas tentara dan hasil bumi serta penumpang lancar. Dari stasiun ini, pembangunan jalur kereta api diarahkan ke dua percabangan, yaitu ke arah Gundih lalu ke Solo dan ke arah Willem I Ambarawa.

Dalam rencana yang dibuat oleh NIS sendiri, pada tanggal 1 Mei dan 1 September 1869, jalur segmen Kedungjati–Gundih–Solo sudah dapat beroperasi, dan diresmikan penuh pada tanggal 10 Februari 1870.

Saat ini arsitektur stasiun ini serupa dengan Stasiun Ambarawa di Ambarawa, bahkan dulu beroperasi jalur kereta api dari Kedungjati ke Stasiun Ambarawa, yang sudah tidak beroperasi sejak tahun 1976. Pada tahun 1907, Stasiun Kedungjati yang tadinya dibangun dari kayu diubah ke bata berplester. Seperti Stasiun Ambarawa dan Purwosari, stasiun ini dulu adalah stasiun pulau.

Sesuai namanya Kedungjati, daerah ini adalah wilayah yang dikelilingi hutan jati yang lebat dan perbukitan.

Kayu jati yang tumbuh di kawasan hutan setempat sangat penting sebagai bahan pembuatan bantalan rel kereta api.

Namun setelah NISM memulai membangun jalur Semarang – Tanggung hingga Kedungjati pada 1867, serta Kedungjati – Ambarawa pada 1870, lokasi ini menjadi titik keramaian yang dikenal oleh masyarakat.

Letak stasiun Kedungjati sangat strategis karena menjadi persimpangan jalur menuju Surabaya, Ambarawa, dan Vostenlanden.

Memasuki abad ke 20 perusahaan Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) mulai membangun stasiun-stasiun baru menggantikan stasiun-stasiun lamanya.

Stasiun-stasiun baru itu lebih besar, lebih representatif dengan arsitektur yang lebih menarik dan fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan bangunan-bangunan sederhana yang digantikannya.

Hampir semua bangunan peninggalan NIS yang masih bisa kita lihat saat ini berasal dari periode 1900-1915 itu. Salah satunya adalah stasiun Kedungjati.

Pada tahun 1907, pembenahan pada bangunan dilakukan. Konstruksi yang sebelumnya dari kayu, diubah dan diperkokoh dengan batu bata diplester.

Bagian peron ikut dibenahi, konstruksi baja dengan beratapkan seng dengan tinggi 14,65 meter.

Bentuk bangunan stasiun ini sering dikatakan memiliki kemiripan dengan Stasiun Willem I di Ambarawa.

Stasiun Kedungjati, seperti Stasiun Ambarawa dan Purwosari adalah stasiun pulau.
Konstruksi bangunan ini berupa tiang-tiang besi yang menopang kuda-kuda atap yang mempunyai bentangan 14,65 meter.

Di bawah atap besar ini terdapat ruang-ruang dinas dan pelayanan penumpang serta peron di kedua sisinya.

Di emplasemen utara terdapat rel lintasan utama yang yang menghubungkan Semarang dengan Surakarta, sedangkan di emplasemen Selatan terdapat dua jalur rel lintasan cabang menuju Ambarawa yang dinaungi overkapping kecil yang ditambahkan pada 1915.

Arsitektur

Arsitektur Stasiun Kedungjati sangat mirip dengan Stasiun Ambarawa dan Stasiun Purwosari yang dibangun pada masa yang sama.

Perbedaan yang menonjol selain pada ukuran juga pada perletakan ruang tunggu kelas 3.

di Stasiun Kedungjati letak ruang tunggu kelas 3 berada di depan pintu masuk berdampingan dengan loket penjualan tiket.

Ini berbeda dari Stasiun Ambarawa dan Purwosari dimana ruang tunggu kelas 3 berada di belakang, berdekatan dengan kamar mandi dan WC.

Salah satu keistimewaan Stasiun Kedungjati adalah jam dindingnya yang masih asli.
Ada empat buah jam dinding, dua buah di peron Utara dan dua buah di peron Selatan.

Yang unik adalah keempat jam itu digerakkan oleh suatu mekanisme yang berada di ruang Kepala Stasiun. Melalui sistem kabel gerakan mekanisme itu disalurkan ke jam-jam dinding yang berada di peron.

Dengan demikian keempat jam itu selalu menunjukkan waktu yang tepat sama. Jam semacam itu dulu juga ada di Stasiun Ambarawa dan Purwosari tapi yang masih menggunakan mekanisme asli hanya yang ada di Stasiun Kedungjati (Stasiun Kereta Api, Tapak Bisnis dan Militer Belanda terbitan BPCB Jateng).

Bangunan dan tata letak

Stasiun ini memiliki tiga jalur kereta api aktif dengan jalur 2 merupakan sepur lurus.

Dua jalur di peron selatan memiliki percabangan ke Ambarawa, Magelang, hingga akhirnya ke Yogyakarta sebagai bagian dari reaktivasi jalur tersebut.

Rel yang ada di jalur tersebut sudah sepenuhnya menggunakan bantalan beton.

Sayangnya, jalur bagian selatan yang menuju Ambarawa sudah lama ditutup, tetapi PT KAI dan Direktorat Jenderal Perkeretaapian telah merencanakan bahwa jalur ini akan dihidupkan kembali dan saat ini proses reaktivasi jalur sedang dihentikan.

Sebagai stasiun besar pada era NIS—meski sekarang sudah menjadi stasiun kelas III—stasiun ini menyediakan fasilitas ruang VIP yang setara dan berkelas seperti halnya Ambarawa.

Atap peron terbuat dari seng bergelombang yang cenderung landai menyesuaikan iklim tropis. Perbedaan yang mendasar dengan Stasiun Ambarawa adalah bentang atapnya yang sebesar 14,65 m.

Tidak seperti Stasiun Ambarawa yang penempatan ruang tunggu kelas 3-nya berada di belakang stasiun, penempatan ruang tunggu kelas 3 Stasiun Kedungjati justru berada di depan pintu keberangkatan.

Terdapat empat jam stasiun mekanik, dengan masing-masing dua buah di peron utara dan peron selatan.

Selain itu, stasiun ini memiliki depo lokomotif dan pemutar rel, tetapi jejak-jejaknya sudah menghilang dan menyisakan fondasinya saja. Sementara itu, gudang yang berlokasi di depan stasiun masih ada.

Catatan Sejarah
Dibuka : 9 Juli 1868
Nama sebelumnya : Station Kedoeng-Djattie
Operasi layanan
Brawijaya (arah Malang), Joglosemarkerto, dan Matarmaja (arah Malang)

Fasilitas dan teknis
Fasilitas
Parkir
Cetak tiket mandiri
Ruang/area tunggu
Pemesanan langsung di loket
Pusat informasi
Toilet VIP
Area merokok