Breaking News
Home / Historia / 3 Pendaki Tewas di Gunung Bawakaraeng, Ini Mitos dan Mistisnya Gunung Mulut Tuhan
3 Pendaki Tewas di Gunung Bawakaraeng, Ini Mitos dan Mistisnya Gunung Mulut Tuhan
Gunung Bawakaraeng

3 Pendaki Tewas di Gunung Bawakaraeng, Ini Mitos dan Mistisnya Gunung Mulut Tuhan

KOTATOEA.COM — Tiga pendaki Gunung Bawakaraeng Gowa ditemukan tewas pada Kamis (19/8/2021) pagi. Ketiganya ditemukan Tim SAR gabungan yang melakukan pencarian.

Mereka adalah Steven yang ditemukan di Pos 7, Zaenal ditemukan tim antara Pos 5-6 dan Rian di sekitar Pos 5 Gunung Bawakaraeng.

Jenazah terakhir yang ditemukan adalah Rian ditemukan pada Rabu (18/8/2021) malam. Rian ditemukan sekira 500 meter dari Pos 5 Gunung Bawakaraeng.

Korban langsung dievakuasi Tim SAR Gabungan menuju jalur evakuasi Bulu Balea dan dibawa ke Puskesmas Tinggimoncong untuk diserahkan ke pihak keluarga.

Kepala Basarnas Sulsel, Djunaidi membenarkan penemuan korban tersebut.

Korban ditemukan pada pukul 20.40 Wita setelah Tim SAR Gabungan melakukan penyisiran sepanjang jalur yang dilaporkan oleh teman korban.

“Korban ditemukan pukul 20.40 Wita sekitar 500 meter dari Pos 5 dalam keadaan meninggal dunia,” ujar Djunaidi dalam keterangan tertulisnya.

Jenazah Rian sebelumnya dikabarkan sudah ditemukan pada pukul 14.20 WIT kemarin.

Namun setelah dikonfirmasi kepada keluarga, ternyata korban yang dimaksud adalah Zaenal, teman rombongan Rian yang juga jadi korban.

Hasil penelusuran aparat, mengungkapkan fakta bahwa ternyata jenazah Rian ditinggalkan oleh teman sependakiannya di sekitar Pos 5.

Berdasarkan kesaksian itu, Tim SAR kembali menggerakkan SRU untuk menyisir area yang disampaikan saksi yakni teman sependakian Rian.

“Kami menerima informasi dari pihak Polsek, bahwa jenazah kedua sebelumnya bukan Rian melainkan Zaenal. Dan korban atas nama Rian ditinggalkan di sekitar Pos 5 Gunung Bawakaraeng,” jelas Djunaidi.

Menurut dia, proses pencarian dan evakuasi berlangsung dramatis karena kondisi sudah gelap dan cuaca di wilayah Gunung Bawakaraeng terbilang ekstrem.

Selain itu, pendaki ini diduga tidak bisa bertahan karena mengalami hypotermia berat saat mendaki di Gunung Bawakaraeng yang cuacanya sangat ekstrem.

“Cuaca ekstrem dan ketidaksiapan pendaki manjadi faktor penyebab banyak korban meninggal dunia,” kata Djunaidi.

Sebelumnya, tiga pendaki dilaporkan hilang di Gunung Bawakaraeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan sejak Minggu (6/9/2020).

Kepala BPBD Kabupaten Gowa, Ikhsan Parawansa yang dikonfirmasi wartawan membenarkan laporan pendaki yang hilang tersebut.

Ikhsan mengatakan, BPBD Kabupaten Gowa sudah bergerak ke Gunung Bawakaraeng untuk mencari ketiga pendaki yang dilaporkan hilang tersebut.

“Sementara tim evakuasi bergerak ke puncak,” kata Ikhsan kepada Tribun Timur, Senin (7/9/2020).

BPBD Kabupaten Gowa bergerak bersama BASARNAS, Potensi SAR, Pencinta Alam dan masyarakat setempat.

Kronologi

Dua pendaki dilaporkan meninggal dunia di Gunung Bawakaraeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (18/8/2021).

Kedua pendaki itu diduga meninggal lantaran mengalami hipotermia.

Sebelumnya, petugas telah mencegah para pendaki yang ingin ke Gunung Bawakaraeng.

Sebab, kondisi cuca terbilang ekstrem.

Namun, kedua pendaki tersebut menerobos posko penyekatan yang didirikan petugas.

Kedua jasad juga dilaporkan sudah berada di Puskesmas Tinggimoncong.

Rencananya, jenazah korban akan dipulangkan ke rumah masing-masing.

Sebelumnya laporan adanya pendaki yang meninggal dunia itu masuk pada pukul 09.00 Wita melalui HT Basarnas Sulsel.

Tim SAR yang melakukan penyisiran ke pos-pos pendakian di Gunung Bawakaraeng, kemudian menemukan jasad pendaki.

Kepala Basarnas Sulsel, Djunaidi menyatakan tim rescue langsung menuju ke lokasi dua jasad korban ditemukan yakni di Pos 7 Gunung Bawakaraeng.

“Setelah kami terima laporan adanya pendaki gunung (dua orang) yang meninggal dunia, rescuer yang bertugas untuk standby pengamanan Siaga Merah Putih sudah bergerak menuju ke lokasi kejadian,” ujar Djunaidi dalam keterangan tertulisnya ke tribun-timur.com, Rabu (18/8/2021).

Kapolsek Tinggimoncong, Iptu Hasan Fadhly membenarkan informasi itu. Korban diduga meninggal dunia karena hipotermia. Cuaca mulai tidak bersahabat sejak pagi hari pada 17 Agustus 2021.

Tim melakukan evakuasi jasad kedua korban pendaki dari pos 7 Gunung Bawakaraeng

“Penyebab meninggalnya untuk sementara korban MD (meninggal dunia) dalam keadaan beku karena hipotermia,” jelasnya.

Dia mengatakan bahwa sejumlah pendaki Gunung Bawakaraeng itu berhasil menerobos pos penyekatan.

Mereka mendaki bersama enam temannya yang lain tujuan puncak Gunung Bawakaraeng.

Dan rencananya akan turun pada Selasa 17 Agustus 2021.

Adapun nama-nama pendaki sebagai berikut:

1. Sdr Fadly 21 thn Alamat Samata Kab. Gowa.

2. Sdr. Zaenal 21 thn Alamat Paccallaya Kab. Gowa.

3. Sdr Udin 21 thn Alamat Paccinongan Kab. Gowa.

4. Sdr Fauzan 21 thn Alamat Samata Kab. Gowa.

5. Sdr Ardi 21 thn Alamat Samata Kab. Gowa.

6. Sdr. Brey 21 thn Alamat Pandendean Kab. Gowa.

Kisah Mistis Gunung Bawakaraeng

Kalangan pendaki, gunung di Indonesia memiliki legenda sendiri yang bikin kalian nggak bakal lupa atau bahkan nggak mau lagi naik gunung itu, karena memiliki kisah mistisnya tersendiri.

Salah satunya yakni gunung Bawakaraeng berada di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Ini menjadi gunung yang sangat melegenda sama seperti gunung Semeru di Jawa Timur.

Bagi masyarakat setempat gunung yang memiliki puncak ketinggian 2950 meter di atas permukaan laut ini cukup disakralkan bahkan di puncak sering melakukan sejumlah ritual yang sudah dilakukan secara turun temurun.

Gunung ini kembali jadi buah bibir di Luwu. Ilham, sang ‘Dimas Kanjeng’ mengaku mendapat kiriman kekuatan gaib dari Bawakaraeng sehingga berani menjalankan aksinya menggandakan uang.

Bagi masyarakat sekitar gunung ini memiliki arti yang sangat disakralkan. Bahwa artinya mulut dan karaeng adalah raja atau Tuhan dan jika digabungkan maka gunung Bawakaraeng adalah gunung dari Mulut Raja atau Gunung Mulut Tuhan karena dahulu kala Gunung ini disebut sebagai tempat pertemuan para Wali dalam menyebarkan Agama Islam di Sulawesi Selatan.

Kepercayaan tersebutlah yang membawa masyarakat setempat hingga dari berbagai daerah menasbihkan gunung ini sebagai gunung sakral dan setiap tahunnya sejumlah kalangan kerap melakukan sejumlah ritual pada waktu-waktu tertentu.

Begitu juga dengan melaksanakan Ibadah Shalat Idul Adha setiap tanggal 10 Zulhijjah dalam kalender Islam.

Gunung Bawakaraeng juga acapkali menimbulkan kesedihan tak lain karena gunung ini juga kerap kali menelan korban jiwa di kalangan para pendaki. Tidak terhitung jelas sudah berapa banyak korban meninggal di gunung ini belum lagi dengan sejumlah pendaki yang hilang dan tidak berhasil ditemukan.

Konon Gunung Bawakaraeng memiliki legenda yang sangat melekat dengan kepercayaan masyarakat setempat, namun selain itu gunung ini pun menyimpan kisah mistis yang sudah begitu akrab di kalangan para pendaki dan juga warga setempat yang bermukim di lembah Lembanna.

Gunung Bawakaraeng menyimpan sebuah legenda hantu yang dikenal dengan nama hantu Noni. Bagi masyarakat setempat Noni adalah sebuah panggilan untuk seorang wanita berparas cantik yang wajahnya seperti bule (wanita Belanda).

Menurut kisahnya Noni adalah seorang wanita yang meninggal dengan cara gantung diri di salah satu pohon yang berada di pos 3 pendakian.

Tidak jelas asal usul si Noni namun salah satu tokoh di lembah Lembanna mengatakan jika sekitar 1970 atau 1980-an dikisahkan jika wanita tersebut dulunya kala gunung ini masih sunyi dari aktivitas pendakian sangat sering mendaki gunung Bawakaraeng bersama kekasihnya karena keduanya sangat terpesona dengan pemandangan alam yang masih sangat terjaga kala itu.

Hampir setiap akhir pekan Noni dan kekasihnya mendaki gunung Bawakaraeng hanya demi menikmati indahnya pemandangan alam. Bahkan saking seringnya warga yang bermukim di Lembanna jadi sangat akrab dengan mereka.

Ada juga legenda penampakan Hantu Noni. Seperti dikutp dari website segiempat. Kematian Noni menimbulkan kesedihan yang mendalam bagi warga pasalnya, selain dikenal ramah Noni juga cukup sering membantu warga sekitar setiap kali ia mendaki. Namun dibalik kesedihan tersebut kematian Noni pun menyimpan kisah mistis yang cukup mengerikan.

Haji Bawakaraeng

Kisah mitos lainnya adalah jelang Idul Adha, Gunung Bawakaraeng di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, akan dikunjungi penganut ritual mistik. Haji Bawakaraeng nama ritualnya. Para penganutnya percaya, mereka bisa berhaji dari puncak gunung seperti halnya berhaji di Tanah Suci.

Padahal ritual ini bukan termasuk dalam ajaran Islam. Para penganut ritual ini secara berkelompok berdatangan melalui akses Desa Tassoso, Manjannang, dan Lembanna menuju puncak Gunung Bawakaraeng dengan ketinggian 2883 meter di atas permukaan laut (MDPL).

Safri, warga Kabupaten Gowa mengaku, tradisi penganut keyakinan mistik di Sulawesi Selatan ke Gunung Bawakaraeng jelang Idul Adha bukan lagi hal baru.

Melainkan tradisi ini sudah turun temurun bagi masyarakat lokal di Gowa dan kabupaten lainnya di Sulawesi Selatan.

“Mereka datang dari sejumlah daerah kabupaten di Sulsel secara berkelompok pada H-3 jelang Idul Adha dengan membawa sesajian untuk ritual keselamatan, seperti beras ketan, telur, ayam, dan kambing menuju puncak Gunung Bawakaraeng,” kata Safri kepada Liputan6.com di Kabupaten Gowa, Sulsel, Rabu (7/9/2016).

Safri, alumni mahasiswa jurusan Sejarah Universitas Negeri Makassar ini mengaku pernah melakukan penelitian pada tahun 2002 terkait historis naik haji di Gunung Bawakaraeng. Menurut Safri, secara harfiah Bawakaraeng artinya Mulut (bawa) Sang Pencipta (karaeng).

“Secara ekologi, gunung ini punya posisi strategis karena jadi sumber penyimpan air untuk Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Sinjai. Dan Gunung Bawakaraeng adalah rangkaian pegunungan pada taman nasional Gunung Lompobattang,” kata Safri.

Ada cerita versi lain yang mengatakan, pada masa lampau ada seseorang yang sangat ingin naik haji, lalu dia mendapatkan bisikan untuk mendaki puncak Bawakaraeng sebagai ganti hajinya.

Menyangkut legenda keyakinan pergi haji, cukup dengan mendaki Gunung Bawakaraeng. Kemudian salat Id dan berkurban di atas puncak Bawakaraeng.

Menurut Safri dinamika itu tak ubahnya hanya sebuah wujud pandang kepercayaan lama dan ritual mistik yang dikait-kaitkan dengan Islam. Sehingga sampai saat ini masih banyak orang yang ingin pergi naik haji diatas puncak Bawakaraeng.

“Di sejumlah kawasan ketinggian gunung ini banyak tumpukan batuan gunung besar yang tersusun rapi dan dipercaya penduduk setempat merupakan tempat pemakaman kuno.

Dan warga setempat (Gowa) secara turun-temurun sangat menghormati keberadaannya sehingga seringkali ditemukan adanya ritual-ritual khusus sebagai pelestarian tradisi leluhur mereka di Gunung Bawakaraeng,” ucap Safri.

Dia mengatakan, kelompok masyarakat yang masih melakukan ritual Haji Bawakaraeng, yakni sebagian penduduk Kabupaten Gowa, Maros, Pangkep, Wajo, Takalar, Bantaeng, Sinjai. Bahkan dari Sulawesi Barat, yakni Mamuju.

“Namun kedatangan mereka di gunung untuk meminta keselamatan, rezeki, dan juga permintaan khusus lainnya kepada Yang Maha Kuasa. Dan mereka naik ke gunung itu untuk sembahyang dan berkurban seperti pada umumnya orang yang lebaran di lapangan terbuka,” tutur Safri.

Lokasi Gunung Bawakaraeng

Brada pada daerah dengan ketinggian tempat 2.830m d.p.l, dan berada pada posisi 119°56’40″ BT dan 05°19’01″ LS. dan suhu udara minimum adalah sekitar 17°C hingga maksimum 25°C. Hutan gunung ini didominasi oleh vegetasi hutan dataran rendah, hutan pegunungan.

Tumbuhan yang banyak ditemui diantaranya Jenis pinus, anggrek, edelweis, paku-pakuan, pandan, cengkeh, santigi, rotan, lumut kerak dan lain sebagainya.

Sedangkan untuk jenis fauna yang bisa ditemui antara lain, Anoa, babi hutan, burung pengisap madu, burung coklat paruh panjang dan lainnya.

Gunung ini merupakan darah tangkapan air untuk Kabupaten Gowa, Makassar dan Sinjai. Juga merupakan hulu sungai Jene’ berang. Serta merupakan Kawasan Hutan Wisata.

Gunung Bawakaraeng yang posisinya sangat dekat dengan laut. Pada malam hari, kota Makassar terlihat begitu indah dari puncak. Menurut masyarakat setempat, Gunung Bawakaraeng menyimpan banyak misteri, dan banyak juga legenda Mistis

Dari puncak Gunung Lampobatang kita bisa langsung menuju Gunung Bawakaraeng melalui Lembah Karisma. Untuk sampai di Lembah Krisma, kita harus berjalan menuruni jalan yang curam dan berbatu yang mudah longsor.

Disarankan berjalan beriringan dan hati-hati karena terkadang jalurnya kurang jelas. Setelah melewati turunan yang curam, kita mulai memasuki hutan yang banyak di tumbuhi pohon rotan dengan duri-durinya yang sangat tajam.

Setelah melewati turunan yang curam dan hutan rotan, kita bisa sampai di lembah karisma pukul. Di lembah karisma terdapat tempat camp yang luas dan di dekatnya ada 2 sungai dengan airnya yang sangat jernih.

Lembah ini ditemukan oleh KPA karisma sehingga namanya disebut lembah karisma.
Dari Lembah Karisma kita bisa melanjutkan perjalanan menuju pos 13 Gunung Bawakaraeng. Dapat ditempuh selama 3 jam 40 menit dengan melalui hutan berlumut dan pohon rotan yang memperlambat jalan. Setelah melewati hutan kamipun mulai mendaki dengan jalur yang sangat terjal dan apabila sudah mendaki maka tak ada lagi jalan yang datar ataupun menurun karena jalur yang di lewati lewati sampai di pos 13 semuanya mendaki tanpa ada bonus.

Di perjalanan kita akan melewati batu bolong yang sempit, dan untuk melewati batu ini kita harus berjalan miring. Untuk sampai di pos 13, kita harus mempunyai tekat dan semangat yang kuat karena untuk mencapainya tidaklah mudah karena pos 13 yang terletak di puncak bukit berbatu.

Dari pos 13 menuju pos 12 waktu yang kita butuhkan adalah 30 menit. Untuk sampai di pos 12 ini kita harus berjuang sekuat tenaga karena harus mendaki batu-batu yang terjal, dan bila tidak hati-hati nyawa bisa melayang.

Di pos 12 terdapat tempat ngecamp yang luas dengan tanah yang dilapisi rumput dan dari pos 12 kita sudah bisa melihat puncak bawakaraeng yang teletak pada ketinggian 2830 Mdpl.

Dari pos 12 ke pos 11 dapat di tempuh selama 20 menit . di pos 11 juga terdapat tempat untuk istirahat dari pos 11 ini hanya di butuhkan 15 menit untuk sampai di puncak.

Dari puncak Gunung Bawakaraeng ini kita bisa melihat pemandangan yang sangat indah. Tampak di kejauhan kelihatan kota Makassar tetapi terlihat sangat kecil.

Di puncak Gunugng Bawakaraeng ini juga terdapat tugu putih dab dibawahnya sedikit terdapat tanah lapang yang luas untuk tempat ngecamp dan dipinggirnya terdapat sumur dengan airnya yang jernih.

Dari puncak kita harus berjalan selama 30 menit untuk sampai di pos 9, jalan yang di lewati tidak terlalu sulit dan tanpa hambatan yang berarti 30 menit kemudian kita bisa sampai di pos 8, di pos ini terdapat sungai mati dengan airnya yang jernih.

Berdasarkan informasi yang didapat, di pos 8 ini ada anak PA UMI Makassar yang meninggal karena sakit.

Dari pos 8 kita bisa melanjutkan perjalanan menuju pos 7 dengan jalur yang menanjak. Di perjalanan menuju pos 7 ini kita bisa menyaksikan longsoran yang sangat luas di pinggiran gunung dan setelah berjalan selama 1 jam kita sampai di pos 7 pukul 20.30. di pos 7 ini terdapat tempat camp yang luas. tetapi tidak ada sumber air.

Dari pos 7 sapai dengan pos 1 harus berjalan menurun selama 3 jam 50 menit dengan jalur yang tidak terlalu sulit.

Desa terakhir Gunung Bawakaraeng adalah desa Lembanna yang terletak di Kabupaten Gowa. Di desa Lembanna kita bisa beristirahat di rumah penduduk karena hamper semua rumah penduduk menyediakan tempat untuk para pendaki yang akan naik ataupun turun dari Gunung Bawakaraeng. Bahkan ada penduduk yang menjual dan menyewakan alat-alat pendakian.

Dari Berbagai Sumber

Leave a Reply to Anonymous Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*